18Tube.tv is a free hosting service for porn videos. You can create your verified user account to upload porn videos to our website in several different formats. 18tube Every porn video you upload will be processed in up to 5 working days. You can also use our embed code to share our porn videos on other websites. On 18Tube.tv you’ll also find exclusive porn productions shot by ourselves. Surf around each of our categorized sex sections and choose your favorite one: amateur porn videos, anal, big ass, blonde, brunette, etc. You will also find gay and transsexual porn videos in their corresponding sections on our website. Watching porn videos is completely free!

Pengawas Kahyangan

Ditulis oleh Ono Sarwono (Kader NasDem)

UNTUK menciptakan harmonisasi kehidupan makhluk, Sanghyang Tunggal membagi tugas suci kepada tiga anaknya. Sanghyang Antaga dan Sanghyang Ismaya diperintah turun ke marcapada, Sanghyang Manikmaya di kahyangan.

Antaga yang mangejawantah bernama Togog mengasuh makhluk ‘golongan kiri’ atau umumnya para raksasa. Misi utamanya memberi saran dan nasihat yang baik-baik. Dalam menjalankan tugas, Togog ditemani Bilung Sarawita.

Adapun Ismaya alias Semar diberi tanggung jawab momong kesatria agar terjaga jati dirinya sebagai para insan pembela kejujuran dan penegak keadilan. Di dalam pakeliran, Semar dikenal sebagai panakawan bersama Gareng, Petruk, dan Bagong.

Kedua dewa itu mengemban amanah dengan menyamar sebagai wong cilik atau abdi penguasa. Oleh karena itu, perannya bukan mengatur melainkan menuntun atau menunjukkan jalan kebenaran kepada mereka yang berwatak buruk.

Realitanya, Togog dan Bilung selalu gagal membimbing momongannya, para raksasa atau yang berjiwa angkara murka, berada pada jalur keutamaan. Namun demikian, keduanya tidak pernah angkat tangan menjalankan tugasnya tersebut.

Lucunya, kadang kala ketika bendaranya tidak menggubris saran, Bilung seolah malah jusru mendorongnya agar jatuh ke jurang kehancuran. Ia menyemangati agar berbuat buruk sekalian sehingga pada akhirnya sirna karena perbuatannya sendiri.

Sebaliknya, Semar berhasil mengasuh para kesatria. Meski demikian tidak selalu mulus. Ada dinamika perjuangan dan pengorbanan. Lakunya tetap sabar dan legawa ketika dirinya dinistakan tak ubahnya seperti sampah.

Berkuasa penuh

Berbeda dengan dua saudaranya, Manikmaya bertakhta sebagai raja di kahyangan berbala dewa-dewi. Namun sesungguhnya de facto dan de jure, Manikmaya yang bergelar Bathara Guru berkuasa atas tribuana, yaitu mayapada, madyapada, dan marcapada.  

Dengan demikian, Manikmaya menguasai semua makhluk hidup.  Ia memiliki kewenangan mutlak mengatur kehidupan, termasuk di dalamnya memberikan anugerah (wahyu) dan ilmu serta mengadili atau menghukum titah yang bersalah.

Dalam mengelola amanah, Bathara Guru didampingi Sanghyang Kanekaputra alias Bathara Narada. Kedudukan Narada ini seperti halnya patih di sebuah negara tetapi eksistensinya lebih pada paranpara, yaitu menghaturkan saran dan pertimbangan.

Sebagai pemimpin jagat yang begitu berat, Manikmaya dibekali sejumlah pusaka dan ajian sakti oleh Sanghyang Tunggal. Di antaranya senjata cis kalaminta dan trisula serta aji kawastrawan, pangabaran, dan aji kemayan sehingga bisa beralih rupa sesuai dengan kehendaknya.

Dengan kekuasaaan yang sangat besar dan kesaktian tiada tara, Manikmaya yang juga masih kasinungan (memiliki) nafsu, beberapa kali tergelincir integritasnya. Ia kerap tergiur menikmati untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Fakta itu meneguhkan ‘wasiat’ klasik politikus Lord Acton, power tends corrupt, absolute power corrupts absolutely. Artinya, wanti-wanti itu bukan hanya berlaku bagi insan biasa melainkan juga pada dewa yang dianggap makhluk bersih.

Suatu ketika Manikmaya pernah sewenang-wenang kepada istrinya sendiri karena tidak bersedia menuruti syahwatnya. Bathari Uma dihukum, wajahnya yang semula cantik menjadi mirip raksasa karena menolak diajak bersanggama saat berwisata di atas samudra.

Kemudian lewat mahkamah kahyangan (MK), Manikmaya tidak sekali mengambil keputusan tidak adil, yang menguntungkan keluarga. Di antaranya ketika dengan gegabah memisahkan Bathari Dresanala dengan suaminya, Arjuna, yang sebelumnya ia nikahkan.

Keputusan kontroversial itu bermula dari hasutan Bathari Durga. Gara-gara putranya, Dewasrani, iri dengan Arjuna dan ingin mengambil alih Dresanala menjadi istrinya. Narada menginterupsi Manikmaya tapi tidak digubris, malah dipersilakan meninggalkan kahyangan karena tidak menyetujui.

Begitu entengnya Manikmaya mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan nurani dan aspek keadilan. Ia lupa bahwa kekuasaannya yang begitu besar itu seharusnya untuk memayu hayuning (mewujudkan keindahan) tribuana seisinya. Bukan tindakan sembrono yang menggaduhkan jagat.

Tentu sikap Manikmaya yang melenceng itu berkonsekuensi serius. Kahyangan kehilangan harga diri diobrak-abrik bocah bernama Wisanggeni, putra Dresanala-Arjuna, tanpa ada yang mampu menghentikannya. Keagungan kahyangan ambruk.

Representasi rakyat

Dalam kasus tersebut, Semar menyadarkan Manikmaya untuk selalu eling (ingat) dengan tugas dan tanggung jawabnya. Ketika itu Semar diam-diam mendampingi Arjuna pergi ke kahyangan merebut Dresanala dari genggaman Dewasrani.

Dewasrani kalah bertarung melawan Arjuna kemudian minta bantuan ibunya, Dewi Durga. Saat itulah Semar yang menghadapi. Tentu saja Durga tidak bisa berbuat apa-apa sehingga akhirnya meminta maaf. Manikmaya yang siap membantu tetapi karena lawannya ternyata Semar akhirnya pasrah.

Di situlah Semar menasihati Manikmaya untuk selalu waspada dengan segala godaan. Keagungan kahyangan harus dijaga sehingga tetap terhormat dan benar-benar menjadi tempatnya para dewa menciptakan ketenteraman jagat.

Biasanya ketika diingatkan, Manikmaya mengakui kesalahan dan kekeliruannya. Namun, setelah itu dalam waktu tertentu, raja kahyangan itu mengulangi perbuatan yang tidak semestinya. Ini lagi-lagi akibat begitu besarnya kekuasaan di tangannya.

Manikmaya merasa beruntung karena masih ada yang menegur dan mengingatkan, yaitu saudaranya sendiri. Meski Semar bertugas dan tinggal di marcapada, masih merasa punya kewajiban mengawasi dan mengontrol kinerja Bathara Guru.

Oleh karena itu, tidak sedikit lakon yang mengisahkan Semar menggugat ke kahyangan karena ketidakadilan adiknya tersebut. Ini berbeda dengan peran Togog, sebagai sulung, yang tidak pernah meluruskan Manikmaya ketika menerjang norma dan etika.

Hikmah kisah ini ialah Bathara Guru (mahkamah kahyangan), yang memiliki kekuasaan mutlak dan menentukan ‘hitam-putihnya’ jagat, mesti diawasi karena berpotensi menyeleweng. Pengawas itu Semar yang merepresentasikan rakyat.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top