JATENG.NASDEM.ID – Wakil Ketua Bidang Maritim DPW NasDem Jawa Tengah yang juga Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) Jawa Tengah, Slamet Ari Nugroho menghadiri Advisory Group Face to Face Meeting yang digelar oleh National Fisheries Solidarity Movement Sri Lanka yang berafiliasi dengan World Forum of Fisher Peoples (WFPP) sejak Selasa (4/4) hingga Selasa (11/4) ini.
Pertemuan yang juga diinisiasi oleh organisasi pangan dunia (FAO) ini diikuti oleh grup petani serta nelayan dari negara-negara Asia-Pasifik. Ari menjadi perwakilan nelayan di samping serikat petani dari Indonesia dalam pertemuan tersebut.
“Saya termasuk dalam grup nelayan perikanan skala kecil. Selama seminggu kami membahas terkait ketahanan pangan, hak ketahanan hidup, advokasi pemerintahan, dengan isu berbeda dari tiap negara,” terang Ari.
Dari hasil diskusi, Ari menyimpulkan bahwa negara-negara Pasifik seperti Australia dan Selandia Baru memiliki aturan yang lebih berpihak pada nelayan. Malaysia, sambung Ari, bahkan cenderung tidak ada hambatan terkait dengan advokasi nelayan dibandingkan dengan Indonesia.
“Padahal Indonesia sendiri dikenal dengan Negara Maritim, negara dengan garis pantai terpanjang di di Dunia, tapi pemanfaatan hasil alutnya masih kalah dengan negara kecil seperti Vietnam,” tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut Ari membawa 3 isu nelayan dan perikanan di Indoneisa. Pertama, isu perikanan rakyat dengan nelayan berskala kecil yang berkontribusi dalam menyuplai protein di Indonesia yang harusnya dipenuhi hak-haknya sesuai Undang-Undang Perlindungan Nelayan.
“Kedua, terkait sektor perumahan yaitu agar presiden memberikan sertifikat tanah dan hak guna bangunan pada nelayan agar mereka dapat mengakses permodalan dari bank,” Sambung Ari.
Ketiga, peran perempuan nelayan juga harus mendapatkan jaminan kesehatan layaknya nelayan laki-laki. Nelayan perempuan memegang peran penting dalam keluarga nelayan seperti mengatur keuangan, membersihkan dan menjual ikan, pembelian BBM, bahkan menggantikan peran laki-laki dalam keluarga nelayan untuk melaut.
Untuk itu penting bagi pemerintah juga menyediakan asuransi bagi nelayan perempuan yang dianggarkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Isu ini juga turut diperjuangkan oleh perempuan nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI).
“Ini adalah isu-isu penting Nelayan Indonesia yang terus kita advokasi. Ketiganya akan dibawa ke kantor pusat LVC di Roma pada Juli 2024 mendatang,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa ketahanan ekonomi para nelayan ini harus menjadi perhatian serius mengingat mereka tak mudah beralih dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.
Disamping mengadvokasi isu nelayan, Ari juga menjalin komunikasi dengan pemerintahan untuk mempermudah komunikasi dan menyampaikan aspirasi pada pemangku kepentingan.
“Saya mendorong agar teman-teman di Asia Pasifik untuk masuk ke struktur pemerintahan agar lebih mudah berkomunikasi dan mengawal isu. Karena pembuat regulasi ini dari DPRD Kota/Kabupaten hingga pusat. Akan lebih mudah jika kita lebih mudah memasukkan ke dalam, tidak selalu oposisi pemerintahan,” tegasnya yang juga diamini oleh peserta lain.