JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua DPP Nasdem bidang Hukum dan HAM Taufik Basari menilai alasan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tak relevan terkait rencana penunjukkan dua petinggi Polri menjadi penjabat sementara Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Tjahjo mendasarkan rencana tersebut pada pendekatan stabilitas dan gelagat kerawanan.
“Sebenernya alasannya enggak relevan kalau untuk menjaga keamanan pilkada,” ujar Taufik saat ditemui di kantor DPP Nasdem, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/1/2018).
Taufik menjelaskan, Gubernur Sumatera Utara saat ini, Tengku Erry Nuradi tidak mencalonkan kembali pada Pilkada 2018.
Sementara masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut akan berakhir pada 17 Juni 2017.
Begitu juga dengan Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar yang akan berakhir pada 13 Juni 2017.
Taufik menilai, Tjahjo masih memiliki cukup waktu untuk mengkaji dan menunjuk penjabat sementara kepala daerah dari unsur Kementerian Dalam Negeri sebelum penyelenggaraan Pilkada pada 27 Juni 2018.
“Jadi masih lama, lalu kenapa kemudian isunya diangkat sejak sekarang padahal cukup waktu untuk mengkaji itu. Ini juga untuk Sumut kami pertanyakan juga,” kata Taufik.
“Dia selesai jabatan kan hanya beberapa hari sebelum pilkada. Jadi karena toh beberapa hari sebelum pilkada,” ucapnya.
Sebelumnya dua perwira tinggi diusulkan menjadi penjabat sementara gubernur. Mereka adalah Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin.
Dua nama ini merupakan usulan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian atas permintaan Mendagri yang juga politisi PDI-P.
Nantinya, Iriawan diproyeksikan menjabat sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Martuani diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara.
Menurut Tjahjo, Presiden Jokowi tak mempermasalahkan usulan itu lantaran penunjukan perwira TNI dan Polri sebagai Penjabat Gubernur dikarenakan alasan keamanan.
Mereka pun akan ditempatkan di wilayah-wilayah yang rawan konflik selama pelaksanaan Pilkada.
“Pendekatan stabilitas dan gelagat kerawanan,” ujar Tjahjo melalui pesan singkat, Kamis (25/1/2018) malam.
Tjahjo menyontohkan, pada Pilkada 2017, ada dua daerah yang dianggap rawan, yakni Provinsi Aceh dan Sulawesi Barat.
Kemendagri saat itu juga menunjuk penjabat gubernur dua daerah tersebut dari kalangan TNI-Polri.
Di Aceh, penjabat gubernurnya adalah Mayjen TNI (Purn) Soedarmo yang menjabat Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
Sementara itu, di Sulbar, penjabat gubernurnya adalah Irjen Carlo Brix Tewu. Saat itu, Carlo menjabat Plh Deputi V Bidang Keamanan Nasional Kemenko Polhukam dan Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam.
“Tidak jadi masalah dan pilkada aman,” katanya.
Tjahjo menjamin, perwira TNI-Polri yang akan ditugaskan sebagai penjabat gubernur atau jabatan lain setingkat kepala daerah akan netral selama pilkada.
“TNI, Polri, Kemendagri, aparatur sipil negara (ASN) harus netral. Tahun lalu, ada (penjabat gubernur) TNI, ada Polri juga netral. Aman pilkada,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Meski demikian, Tjahjo menegaskan, usulan dua perwira tinggi Polri ini belum final. Keputusannya ada di tangan Presiden Joko Widodo.
SUMBER: http://nasional.kompas.com/read/2018/01/28/13243381/nasdem-nilai-tak-relevan-alasan-mendagri-tunjuk-petinggi-polri-jadi-penjabat