JATENG.NASDEM.ID – Pengarusutamaan gender atau gender mainstreaming kini menjadi hal yang terus didorong oleh individu, kelompok, bahkan pemerintah dalam menciptakan suatu kebijakan.
Hal ini akan memungkinkan terciptanya kesetaraan gender dalam kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana dalam diskusi Orolan Pojok Madukoro (OPM) dengan tema Media Sosial sebagai Modal Gerakan Perempuan pada Sabtu (4/3).
Diskusi yang digelar untuk menyambut Hari Perempuan Internasional ini diikuti oleh puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Semarang.
Dalam pemaparannya, Eva menegaskan sosial media dapat dijadikan media perjuangan gerakan Perempuan.
“Gunakan sosial media sebagai alat eksistensi diri kita atau menjadi media untuk meraih tujuan kita. Jika untuk gender mainstreaming maka kita masukkan ide-ide kita ke sana. Media adalah strategi saya untuk menyampaikan pesan,” tegasnya.
Dalam gerakan perempuan, mainstreaming isu perempuan merupakan hal yang penting mengingat perempuan memiliki kebutuhan khusus yang dapat dipahami sesama perempuan.
Selain itu, pengarusutamaan isu-isu perempuan di media dapat mencegah diskriminasi terhadap perempuan, menyelesaikan masalah tanpa kekerasan, serta memperjuangkan aspirasi perempuan di masyarakat itu sendiri.
“Jika kita ber-statement di sosmed atau kita menyatakan sesuatu atau memansang satatus, maka ini menjadi ruang publik yang tiada batasnya. Maka kita harus melihat dulu kebenaran-kebenarannya untuk merumuskan apa yang akan kita sampaikan,” terang Eva.
Untuk itu, penggunaan media secara optimal juga harus dibarengi dengan kehati-hatian serta sikap bijak penggunanya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Kawal Isu Kekerasan Seksual
Selain menggunakan media sosial untuk membagikan kegiatannya sehari-hari, Eva juga getol bersuara tentang isu-isu kekerasan seksual yang terjadi di Jawa Tengah.
Menurutnya, sebagai lesislator yang bermitra dengan POLRI, ia juga memiliki tanggung jawab untuk mengawal kasus ini agar korban dapat mendapatkan keadilan dan perlindungan.
“Seperti halnya beberapa kasus belakangan ini ada pemerkosaan pelecehan seksual oleh 7 orang pada anak di bawah umur. Saya pakai instagram, pakai status WhatsApp, TikTok juga untuk media mainstream untuk melakukan pressure pada kelompok tertentu berupa lembaga penegakan hukum agar mampu memproses kasus ini,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa media memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Maka penting bagi para pelaku gerakan agar dapat terus menyuarakan kasus ketidakasilan lewat media.
“Sosial media bisa menjadi alat yang efektif dalam emnyampaikan kritik dan amar makruf nahi mungkar dan mengingatkan penegakan hukum. Adik-adik bisa melakukan itu agar kita bisa menebarkan kemanfaatan rahmatam lil alamin,” pungkasnya.