JATENG.NASDEM.ID – Tata kelola perlindungan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan harus segera diperbaiki secara menyeluruh sebagai bagian langkah strategis mengakselerasi pencapaian target pembangunan nasional.
“Antropolog terkemuka Indonesia, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Tata kelola untuk melestarikan dan mengembangkan hasil dari kebudayaan bangsa kita masih memerlukan perhatian serius untuk segera diperbaiki,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/11).
Pernyataan Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI itu disampaikan pada Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi; serta Kementerian Kebudayaan pada Rabu (6/11) lalu.
Sejumlah perbaikan tata kelola di sektor kebudayaan, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, harus segera dilakukan.
Tata kelola kebudayaan yang dilakukan selama ini, tambah Rerie, perlu disempurnakan agar tidak menjadi hambatan bagi upaya pelestarian itu sendiri.
Pemusatan koordinasi para peneliti di Indonesia di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) misalnya, tambah dia, malah membuat hasil temuan para peneliti, seperti artefak hasil temuan para arkeolog, tertumpuk di gudang BRIN di Cibinong, Jawa Barat, tanpa identifikasi yang jelas.
“Padahal dalam penelitian kebudayaan, benda dan artefak itu bagian dari data. Hasil-hasil penelitian ini harus kita selamatkan,” ujar Rerie.
Selain itu, Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, pengelolaan sektor kebudayaan yang tidak tepat juga menyebabkan situs-situs peninggalan bersejarah di tanah air, seperti Situs Patiayam, di Kudus, Jawa Tengah, terkendala untuk mendapatkan status situs nasional.
Dalam upaya pelestarian benda-benda bersejarah, tambah Rerie, upaya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya juga harus direalisasikan untuk mengakhiri tumpang tindih yang terjadi dengan undang-undang lainnya.
Pada kesempatan itu, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar pemerintah juga memasukan sejumlah aspek kebudayaan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) pada proses pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang sedang berlangsung di parlemen.
Karena, menurut Rerie, pada saat kita membicarakan masyarakat adat tidak hanya
masalah kepemilikan tanah dan persoalan agraria saja, namun banyak aspek lain yang perlu juga mendapat perhatian seperti misalnya sistem nilai, gagasan, karya dan hal lain terkait dengan kebudayaan masyarakat adat tersebut.
Rerie juga mengapresiasi sejumlah program Kementerian Kebudayaan yang akan dijalankan seperti antara lain konservasi situs warisan budaya
untuk mendapat pengakuan UNESCO,
melestarikan seni, bahasa, dan kearifan lokal dengan melibatkan komunitas lokal dalam kegiatan pelestarian, serta repatriasi benda-benda bersejarah.
“Kita sangat berharap berbagai program pembangunan di sektor kebudayaan dapat direalisasikan sesuai dengan target yang dicanangkan,” ujarnya.
Kebudayaan, tegas Rerie, merupakan ‘payung’ dari semua yang kita lakukan.
Sehingga, tambah dia, pembangunan sektor kebudayaan sangat penting sebagai fondasi untuk mewujudkan visi berbangsa dan bernegara yang diamanatkan konstitusi kita yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.***