18Tube.tv is a free hosting service for porn videos. You can create your verified user account to upload porn videos to our website in several different formats. 18tube Every porn video you upload will be processed in up to 5 working days. You can also use our embed code to share our porn videos on other websites. On 18Tube.tv you’ll also find exclusive porn productions shot by ourselves. Surf around each of our categorized sex sections and choose your favorite one: amateur porn videos, anal, big ass, blonde, brunette, etc. You will also find gay and transsexual porn videos in their corresponding sections on our website. Watching porn videos is completely free!

Protes Karna Basusena

Ditulis oleh Ono Sarwono (Kader NasDem)

PENAIKAN uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri tahun ini akhirnya dibatalkan. Sebelumnya kebijakan itu diprotes berbagai kalangan karena menyulitkan warga dari keluarga tidak mampu untuk mengeyam pendidikan tinggi.

Semestinya perguruan tinggi negeri itu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat. Negara didirikan itu di antaranya untuk memberi jaminan kepada rakyat untuk memperoleh pendidikan. Bukan justru menciptakan kasta sosial.

Dalam cerita wayang, Radheya atau yang lebih kondang bernama Karna Basusena, menjadi korban kebijakan negara yang diskriminatif dalam pendidikan. Karena dianggap golongan sudra dan melarat, ia ditolak belajar di Padepokan Sokalima.

Diopeni kusir

Dari garis trah (keturunan), Radheya berdarah biru (bangsawan). Ia putra Kunti alias Prita, putri Raja Negara Mandura Prabu Basukunti dengan permaisuri Dayita. Bahkan, ia tercipta dari ‘benih’ Bathara Surya sehingga juga bernama Suryaputra.

Namun, nasib pilu yang membawanya menjadi orang pidak pedarakan (rakyat jelata). Gara-garanya sejak jabang bayi, ia dipungut anak Adirata dan istrinya, Nadha. Ayah angkatnya itu pekerjaannya kusir dan tukang kereta istana Astina.

Menurut kisahnya, tak lama setelah kelahirannya, Karna terpaksa berpisah dengan ibunya. Bayi tidak berdosa itu dilarung di Sungai Gangga karena Basukunti malu putrinya melahirkan anak tanpa menikah dan tidak jelas ayahnya.

Resi Druwasa, spiritualis istana, yang merasa bertanggung jawab atas peristiwa itu menjelaskan bahwa kehamilan Kunti karena keteledorannya merapal mantra ilmu yang diajarkan, aji pameling kunta wekasing rasa cipta tunggal tanpa lawan.

Wewaler (larangan) yang diwanti-wantikan kepada Kunti diabaikan. Putri kedhaton itu merapal ilmu dalam kondisi serta pada waktu dan tempat yang tidak tepat. Akibatnya, Bathara Surya ‘menghukum’ dengan menanamkan kama (mani) dalam rahimnya.

Dengan kecanggihan ilmunya, Druwasa menjamin Kunti tetap perawan. Caranya, bayi dilahirkan lewat karna (telinga) yang kemudian dijadikan namanya. Selain itu, ia memastikan bayi bakal selamat dan kelak menjadi kesatria hebat.

Adirata dan Nadha menemukan Karna ketika teteki (laku prihatin) di pinggir Gangga. Suami-istri tersebut nyenyuwun (berdoa) kepada dewa agar dianugerahi anak setelah sekian lama berumah tangga belum memiliki keturunan.

Keduanya sepakat memberi nama Basusena. Nama itu diambil setelah mengamati bayi yang saat itu tampak gagah dengan mengenakan pakaian dan asesori perang seperti layaknya senapati. Konon, pakaian itu pemberian Bathara Surya.

Karna Basusena digulawentah orangtua angkatnya dengan penuh kasih sayang. Anak itu tumbuh menjadi remaja yang tampan dan pintar. Karna menonjol dalam berbagai hal di antara anak-anak seusianya di Dusun Petapralaya, tempat tinggalnya.

Negara tidak adil

Tentu saja, Adirata dan Nadha bahagia dengan pertumbuhan anaknya. Namun, yang membuatnya gundah ialah keinginan Karna bersekolah di Padepokan Sokalima. Menurutnya, tidak selayaknya anak kusir menjadi siswa Resi Durna.

Tapi, karena anak terus mendesak, Adirata dan Nadha memberanikan diri sowan ke Sokalima. Namun, dengan tegas Durna menyatakan perguruan yang dipimpinnya untuk pangeran Astina, Pandawa dan Kurawa, serta kalangan terbatas kesatria.

Seperti diketahui, Padepokan Sokalima didirikan dan dibiayai sepenuhnya dengan anggaran negara yang sebagian besar dipungut dari pajak rakyat. Tapi, anehnya lembaga pendidikan megah tersebut hanya dikhususkan bagi golongan tertentu.

Karna kecewa berat mendengar keterangan Durna. Ia langsung berdiri dan protes keras, kenapa dirinya hanya karena kaum sudra dan miskin lalu tidak bisa belajar di Sokalima. Pemerintah tidak adil terhadap rakyat kecil yang melarat, tukasnya.

Adirata ketakutan anaknya ‘menyalak’. Dengan terbata-bata ia bisiki Karna agar tidak keras-keras melawan penguasa. Nadha yang berada di sampingnya berusaha menenangkan emosi anaknya dengan mengelus-elus punggungnya.

Karna terus melanjutkan orasinya. Ia menyeru bahwa negara dididirikan untuk mengurusi rakyat. Menjamin pendidikan seluruh warga tanpa kecuali. Tidak boleh pilih kasih. Negara harus melayani semuanya, bukan malah mengotak-kotakan.

Saking kerasnya Karna menyampaikan aspirasinya, Pandawa dan Kurawa yang sedang belajar, beramai-ramai keluar ruang kelas. Mereka ingin tahu apa yang terjadi. Saat itulah Karna berteriak, negara ambruk jika tanpa peran seluruh rakyat.

Durna menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa karena sekadar melaksanakan amanah yang diberikan oleh penguasa. Karna dipersilakan menghadap Drestarastra di istana Astina menyampaikan semua unek-uneknya.

Adirata dan Nadha sambil berlinang air mata mengajak Karna pulang, takut bila sampai terdengar pihak istana sehingga ada hukuman pidana yang ditimpakan kepada keluarga. Sebenarnya masih banyak yang ingin disampaikan Karna.

Berguru Ramaparasu

Di tengah perjalanan pulang, Karna menyatakan dirinya tidak takut dengan hukuman apapun yang dijatuhkan penguasa. Menurutnya, setiap perubahan butuh pengorbanan, untuk itu dirinya siap menjadi martil demi keadilan sistem pendidikan seluruh takyat.

Tidak diterima di Sokalima ternyata tidak membuat Karna patah hati. Semangat belajar tetap membara. Ia kemudian pamit kepada orangtua untuk pergi mencari ilmu. Padahal, sebenarnya, Adirata berharap Karna tidak pergi kemana-mana dan meneruskan profesinya.

Akhirnya Karna terpaksa mencari lembaga pendidikan swasta dan tertarik nyantrik (menjadi siswa) kepada Resi Ramaparasu di Pertapaan Daksinapatra. Semua siswa di perguruan tersebut tidak dikenakan biaya sepeser pun alias gratis.

Ramaparasu juga gurunya Durna dan Bhisma. Dari perguruan itu, Karna mendapat ajian kalakupa dan naracabala. Selain itu, ia juga lulus sempurna dalam ilmu menjemparing. ***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top