Ditulis oleh Ketua DPD NasDem Kabupaten Temanggung Moh Sayid
JATENG.NASDEM.ID – Isu kebangkitan komunisme selalu menjadi isu yang seksi dalam kasanah perpolitikan di Indonesia. Selalu berulang-ulang dilontarkan oleh berbagai kalangan, khususnya pada bulan-bulan September dan Oktober ketika memperingati Hari Kesaktian Pancasila.
Apa dan bagaimana sebenarnya komunisme itu? Tulisan singkat ini mencoba membahas komunisme dari sisi teoritik maupun empirik. Mari kita lihat bahwa komunisme merupakan paham yang secara teoritis tidak dapat dipertanggungjawabkan dan secara empirik telah terbukti gagal memberikan jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia.
Pertama, induk semang dari komunisme adalah Marxisme-Leninisme. Pertama-tama Karl Marx membangun teorinya atas dasar pemahaman bahwa tatanan sosial selalu mengandung konflik internal di dalamnya yang merupakan kekuatan dinamis bagi terjadinya perubahan sosial. Mark menyebut kondisi eksisting sebagai tesa yang akan melahirkan antitesa sebagai bentuk perlawanan terhadap kondisi eksisting.
Pergumulan antara tesa dan antitesa akan melahirkan sintesa. Sintesa akan menjadi tesa baru yang kemudian memunculkan antitesa baru dan selanjutnya pergumulan antara keduanya akan melahirkan sintesa. Demikian perubahan sosial akan terus terjadi. Mark menyebut teorinya dengan Dialektika Materialisme.
Cita-cita tertinggi dari Marxisme adalah terwujudnya masyarakat komunisme murni, sebuah masyarakat tanpa negara (stateless society) dimana semua orang hidup sejahtera karena semua orang menerima apa yang menjadi haknya.
Dalam masyarakat komunisme murni, negara tidak lagi dibutuhkan karena dalam pandangan Marx negara merupakan simbul kepentingan klas penindas (the oppressor class).
Dari sini sudah mulai tampak kelemahan dari teori Marx. Jika kita mengikuti logika dialektika materialisme di mana perubahan sosial akan terus terjadi tanpa henti, tetapi Marx menyebutkan bahwa perubahan sosial akan berhenti ketika masyarakat komunisme murni sudah terwujud. Disini mulai tampak kontradiksi dari Teori Marxisme.
Kedua, stateless society atau masyarakat tanpa negara merupakan anakronisme sejarah karena faktanya sampai kapan pun negara akan tetap dibutuhkan eksistensinya karena negara merupakan pemegang otoritas tunggal untuk mengatur kepentingan masyarakat warganya yang sering saling berbenturan. Bahkan di era borderless world akibat revolusi di dunia teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini peran dan fungsi negara makin terasa diperlukan keberadaannya.
Ketiga, menurut Marx masyarakat industri mengandung konflik sosial yang akut di dalamnya dalam bentuk pertentangan klas yaitu antara klas pemilik modal (kapitalis) dengan klas pekerja. Konflik klas ini makin meruncing seiring dengan perkembangan industrialisasi dan revolusi akan terjadi dalam masyarakat yang industrialisasinya sudah mapan. Massa klas pekerja dan klas proletaar sebagai inti dari mkekuatan progresif revolusioner akan menumbangkan klas borjuis-kapitalis dan mengambil alih kekuasaan negara. Maka berdirilah regim pemerintahan yang oleh Marx disebut kediktatoran proletariat.
Tetapi fakta empirik menunjukkan bahwa revolusi komunis pertama justru terjadi di Vietnam yang tahap perkembangan industrinya sangat belum matang (bahkan masyarakatnya masih agraris tradisional). Mengapa revolusi komunis tidak terjadi di negara-negara seperti Jerman, Inggris, Perancis dan negara-negara lain yang tingkat industrialisasinya sudah matang? Marx tidak memberikan penjelasan tentang hal ini.
Keempat, Marx membedakan tatanan sosial berdasarkan model produksinya (mode of production). Dalam masyarakat kapitalis modal atau kapital dimiliki dan dikuasai oleh para kapitalis industriawan dengan model produksi berdasarkan spesialisasi pekerjaan dan akumulasi kapital menjadi akumulasi kekayaan klas kapitalis. Sedangkan dalam masyarakat komunis modal atau kapital dimiliki dan dikelola oleh negara dengan model produksi digerakkan secara komunal oleh warga negara sedangkan akumulasi kapital didistribusikan untuk anggota komunal. Semua orang memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga terwujud keadilan sosial sama rata sama rasa, kata Marx.
Fakta empiriknya memperlihatkan bahwa model produksi komunal melahirkan masyarakat yang statis, produksi tidak berkembang. Semua orang diperlakukan sama tanpa melihat latar belakang potensi dan prestasinya. Tidak ada persaingan sehingga masyaraakatnya beku dan kaku. Keadilan sosial versi komunisme diterjemahkan dalam kesamaan dalam selera dan kondisi.
Hal ini bertentangan dengan kodrat kemanusiaan dimana manusia ingin mengejar kebahagiaanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Masyarakat sama rata sama rasa yang digadang-gadang komunisme terperosok menjadi masyarakat sama ratap sama tangis, semua orang menderita.
Puncak dari kegagalan komunisme adalah bubarnya Uni Soviet pada 21 Desember 1991. Mikhail Gorbachev sebagai pemimpin tertinggi Uni Soviet mengundurkan diri dan negara melepaskann kekuasaannya atas negara-negara federasi yang menjadi anggota Uni Soviet dan menggantinya dengan CIS (Commonwealth of Independence States) atau Persemakmuran Negara-Negara Merdeka.
Saat ini hanya ada tiga negara yang masih menganut paham komunisme ortodoks, yaitu Korea Utara, Albania, dan Kuba. Dan kita sama-sama mengerti bahwa kehidupan masyarakat di ketiga negara tersebut dalam kondisi terbelakang, tertekan, dan terkucil dari pergaulan internasional.
Kesimpulan dari tulisan singkat ini adalah bahwa secara teoritis komunisme mengandung cacat bawaan berupa saling kontadiksi dan kelemahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Secara empirik komunisme telah terbukti gagal memberikan jawaban dan solusi atas permaslahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia.
Komunisme merupakan ideologi yang lapuk dan ketinggalan zaman.
Jadi kalau hari gini masih ada yang bermimpi untuk membangkitkan kembali ajaran komunisme, pantas diduga mereka mengalami sesat pikir dan gegar budaya. Segera bawalah ke psikiater atau rumah sakit jiwa.
Salam Pancasila.