18Tube.tv is a free hosting service for porn videos. You can create your verified user account to upload porn videos to our website in several different formats. 18tube Every porn video you upload will be processed in up to 5 working days. You can also use our embed code to share our porn videos on other websites. On 18Tube.tv you’ll also find exclusive porn productions shot by ourselves. Surf around each of our categorized sex sections and choose your favorite one: amateur porn videos, anal, big ass, blonde, brunette, etc. You will also find gay and transsexual porn videos in their corresponding sections on our website. Watching porn videos is completely free!

Lek-lekan di Klampisireng

Ono Sarwono (kader NasDem)

RINTIK hujan tak berjeda sejak sore di Dusun Klampisireng. Saat malam tiba, kabut lembut hinggap merayap menyelimuti. Lampu-lampu di sepanjang jalan bersinar temaram. Daun-daun tertunduk lesu dan walang pun enggan berdendang.

Pintu-pintu rumah warga tertutup. Sepi tiada senda-gurau seperti biasanya, yang terdengar bisik-bisik. Anjing di sana-sini menyalak bergantian tanpa sebab. Udara terasa lebih dingin dan tintrim (hening). Dusun beranjak tidur lebih cepat.

Namun, suasana di dalam rumah Ki Semar Badranaya berbeda dengan yang lain. Meski hanya diterangi lampu ber-watt rendah tapi tak kehilangan gairah. Di tempat itu, pada malam Jumat Kliwon, Panakawan lek-lekan (menunda tidur).

Seperti hari-hari yang sama sebelumnya, Panakawan mengisi malam itu dengan jagongan (mengobrol) sekenanya. Ngudarasa, merembuk sesuatu yang dirasakan. Pencegah kantuknya, tersedia wedang kopi dan jahe serta menu rebus-rebusan.

“Gong (Bogong), malam ini topiknya apa Le (adik)?” tanya Petruk memulai.

“He…he…he…memangnya workshop. Seperti biasanya saja, nggak usah macam-macam Kang (kakak),” jawab Bagong.

“Ya, maksudku kamu punya ide apa?” kata Petruk.” Sepertinya, Kang Gareng ada yang mau diungkapkan?”

“Iya Le, ini loh… kita ini, maksudnya warga kita ini kok masih banyak saja yang demen bikin hoaks dan mengumbar omong sesukanya, menghina, memfitnah dan lainnya. Tidak ada habis-habisnya,” papar Gareng.

“Memang sudah telanjur bobrok kok, Kang,” sergah Bagong.

Gareng mengaku miris dan prihatin karena sikap serta perilaku tidak adab tersebut seperti sudah menjadi ‘gaya hidup’. Rakyat hingga elite seolah berlomba-lomba ‘berakrobat’. Orang-orang yang dianggap beriman kuat pun juga melakukan hal yang sama.

Sebaliknya, sasaran segala ujaran buruk atau kebencian itu pun bukan hanya sesama warga biasa tetapi juga menyasar pemimpin. Malah bila mengatai-ngatai pucuk pemimpin itu kebanggaan, merasa pemberani atau pahlawan.

“Sebenarnya kita ini sedang sakit apa Le, atau jangan-jangan sedang dikutuk?”

“Sedang edan Kang. Kita ini terbelenggu zaman edan,” lagi-lagi Bagong menyergah.

Petruk lalu menyambung dengan menyebut inti Serat Kalatida karya Rangga Warsita bahwa zaman edan ialah era di mana kondisi sosial kemasyarakatan melenceng dari keadaban. Orang merasa rugi bila tidak ikut ngedan (gila).

Obrolan mereka terhenti ketika Semar keluar dari kamar dan bergabung di ruang tengah. Langkahnya agak terhuyung, mungkin karena kakinya kesemutan akibat terlalu lama bersila. Seusai bersembahyang malam, Badranaya biasa berlama-lama membaca kitab suci.

Wilujeng dalu (selamat malam) Bapak,” sapa Gareng, Petruk, dan Bagong hampir bersamaan.

Gerimis mulai berhenti tapi belum kalis. Tetes-tetes akhir air dari genteng yang menimpa ember terdengar nyaring. Di atas dahan pohon randu yang menjulang, seekor burung hantu mulai manggung merangsang bulu kuduk.

“Selamat malam juga anak-anakku,” ujar Semar.

Sejenak kemudian Gareng bicara, “Maaf Pak, bolehkah saya bertanya?”

“Ada apa nak?”

Gareng lalu mengatakan kira-kira kapan masyarakat sembuh dari perilaku asor (tidak beretika) yang kesannya kini malah menjadi-jadi. Atau adakah cara mengembalikan masyarakat menjadi insan-insan berbudi dan bernurani.

Semar belum menjawab, Bagong menyela. “Angel (sulit) Kang.” Kenapa, menurutnya, orang yang dianggap panutan saja ke sana-kemari menjual dan menyebar fitnah. Begitu juga mereka yang pintar dengan berderet gelar.

“Sekolahnya tinggi dan mengaku pakar tetapi ngalor-ngidul (ke mana-mana) kerjanya menghujat-hujat orang!”

“Sabar Gong, darah tinggimu kumat loh!” sentil Petruk cekikikan.

Semar berujar kondisi kemasyarakatan yang ‘morat-marit’ ini karena warga sedang sakit, kedengkian menyubur. Berpendidikan tapi tidak terpelajar. Euforia beragama pun hanya ‘hura-hura’, bukan untuk beribadah dan berperilaku.

“Malah, agama dikapitalisi untuk tujuan politik, Pak,” sela Petruk.

“Demikian itu keliru!” tegas Semar.

“Mohon penjelasan, Pak,” desak Gareng.

Menurut Semar, berpolitik itu hak setiap orang. Namun berpolitik dengan sengaja memanfaatkan atau menggunakan agama itu tidak elok, bahkan sangat berbahaya. Yang benar itu, berpolitik sesuai dengan tuntunan agama.

“Maksudnya bagaimana, Pak?” giliran Bagong penasaran.

Semar melanjutkan salah satu fungsi agama adalah menjadikan umat berakhlak mulia. Jadi, idealnya adalah orang-orang yang berpolitik atau politisi itu harus berakhlak mulia. Betapa indah bila berpolitik dengan berakhlakul kharimah.

Malam semakin larut. Suasana Dusun Klampisireng benar-benar nyenyet (sunyi senyap). Ibarat tan ana sabawane walang alisik, gegodhongan datan obah, samirana datan lumampah (tiada kerik belalang, dedaunan tidak bergerak, angin pun berhenti.).

“Saya hanya berharap kita semua segera siuman dan eling. Hidup ini hanya mampir ngombe (mampir minum), sebentar. Jangan diisi dengan polah-tingkah atau perilaku yang tidak baik,” pesan Semar.

“Syukur-syukur kita menjadi pribadi-pribadi yang suka mengoreksi diri. Metani awake dhewe bukan menjelimet metani orang lain, melihat secara arif tentang segala kekurangan pada diri sendiri, bukan mencari-cari kekurangan orang lain.”

Dengan laku seperti itu, lanjutnya, akan terhindari dari nafsu ucapan dan tindakan sesat. Pada gilirannya tumbuh dan berkembang kondisi masyarakat yang ayem tenteram, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban.

Tidak terasa waktu subuh menjelang. Kokok ayam jago bersaut-sautan pertanda hari menyongsong pagi. Panakawan mengakhiri pertemuan dan kemudian beranjak bersuci untuk bersembahyang. ***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top