18Tube.tv is a free hosting service for porn videos. You can create your verified user account to upload porn videos to our website in several different formats. 18tube Every porn video you upload will be processed in up to 5 working days. You can also use our embed code to share our porn videos on other websites. On 18Tube.tv you’ll also find exclusive porn productions shot by ourselves. Surf around each of our categorized sex sections and choose your favorite one: amateur porn videos, anal, big ass, blonde, brunette, etc. You will also find gay and transsexual porn videos in their corresponding sections on our website. Watching porn videos is completely free!

Transaksi Politik Jaka Pitana

Ditulis oleh Ono Sarwono (Kader NasDem)

PEMBERIAN pangkat jenderal kehormatan bintang empat TNI kepada Menhan Prabowo Subianto baru-baru ini mendapat beragam komentar. Antara lain bahwa ‘hadiah’ yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo itu dianggap transaksi politik.

Presiden menepis anggapan tersebut. Pemberian pangkat itu, jelasnya, atas dasar jasa-jasa Prabowo yang luar biasa di bidang pertahanan. Penganugerahan itu juga telah melalui verifikasi dewan gelar, tanda jasa, dan kehormatan TNI-Polri.

Terlepas dari hal itu, anugerah yang dimaknai sebagai transaksi politik pernah terjadi di Negara Astina dalam cerita wayang. Jaka Pitana memberi pangkat tinggi kepada Karna. Sebaliknya, Karna membalas dengan mengorbankan jiwa raganya.

Diasuh Adirata-Radha

Karna lahir buah dari ‘perselingkuhan’ gaib. Ibunya, Kunti, putri kedaton Mandura, yang mengandungnya dari benih Bathara Surya. Itu karma akibat Kunti sembrono merapal aji adityarhedaya atau aji punta wekasing rasa cipta tunggal tanpa lawan.

Bayi laki-laki itu dilarung di Sungai Gangga. Orok tak berdosa itu dibuang atas perintah kakeknya sendiri, Prabu Basukunti. Raja Mandura itu malu karena Kunti, putrinya, yang masih berstatus gadis tetapi melahirkan anak tanpa jelas ayahnya.

Sebelum dihanyutkan, guru spiritual Mandura Resi Druwasa, memberi tetenger (identitas) ‘Karna’, yang artinya telinga, kepada jabang bayi. Nama itu diambil karena bayi, atas puja Druwasa, lahir lewat kuping sehingga Kunti tetap perawan.

Karna yang berada dalam kendaga ditemukan Adirata dan Radha. Pada waktu itu suami-istri tersebut sedang laku prihatin di tepi Gangga memohon kepada dewa agar diberi anak setelah sekian lama berumah tangga belum dikarunia keturunan.

Adirata terpesona melihat jabang bayi sudah mengenakan pakaian perang bak senapati lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian Bathara Surya. Lelaki paruh baya itu lalu memberi nama tambahan menjadi Karna Basusena.

Orangtua angkatnya menggulawentah Karna seperti anak kandungnya sendiri di Dusun Petapralaya. Kasih sayang mereka berlimpah sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Semakin besar kian tambah pintar dan rupawan.

Adirata, yang berprofesi sebagai kusir kereta Drestarastra (ayah Kurawa), tidak memiliki harapan muluk-muluk akan masa depan anaknya. Doanya sederhana, Karna menjadi anak yang santosa lahir dan batinnya. Syukur bersedia meneruskan pekerjaan bapaknya.

Selain sais, Adirata dikenal piawai membuat kereta. Karena kemampuannya itu, istana Astina merekrutnya sebagai pembuat kendaraan berkuda. Pekerjaannya pun bertambah karena juga dipasrahi merawat seluruh kuda milik istana.

Setelah usainya menginjak dewasa, Karna tidak ingin menjadi pemuda desa tanpa masa depan gemilang. Cita-citanya menjadi kesatria pinunjul (hebat). Guna mengejar impian, Karna minta izin kepada bapak-ibunya pergi mencari ilmu.

Berguru Ramaparasu

Awalnya, Karna memohon kepada Resi Durna agar diperbolehkan ikut ngangsu kawruh (menimba ilmu) di Padepokan Sokalima. Namun, karena derajatnya sudra, permintaannya ditolak. Apalagi, kontraknya Durna khusus mendidik Pandawa dan Kurawa.

Penolakan itu tentu mengecewakannya. Tapi Karna tak patah arang atau kehilangan asa belajar. Berbagai perguruan disowani dan dengan tekun menyerap ilmu. Guru yang paling dihormati ialah Resi Ramaparasu di Padepokan Sambiharja.

Ketika merasa bekal ilmunya paripurna, Karna ingin pulang kampung menjenguk orangtua yang sudah sekian lama ditinggalkan. Di tengah perjalanan, ia melihat banyak orang berkerumun di alun-alun Astina.

Rupanya mereka menonton kiprah Pandawa dan Kurawa, para siswa Sokalima, yang sedang ujian praktik di bawah bimbingan Durna. Karna menunda langkahnya untuk segera sampai rumah dan bergabung warga menyaksikan aneka ‘atraksi’.

Di antara yang menimbulkan kekaguman publik ialah keterampilan Permadi memanah. Panengah Pandawa itu menjadi siswa terbaik dalam menjemparing. Berulang kali anak panahnya tepat sasaran, membelah buah apel di ketinggian.

Durna kembali menguji kemahiran anak didiknya itu dengan sebuah tomat. Ketika Permadi sedang mengincar, tiba-tiba entah dari mana asalnya, sebuah anak panah menghamtam tomat tersebut hingga hancur. Peristiwa itu membuat semua orang terkesima.

Akhirnya diketahui bahwa orang yang mampu menyaingi Permadi dalam ketitisan mamanah itu Karna. Sulung Kurawa, Jaka Pitana, beserta pamannya, Sengkuni, buru-buru menemui orang asing itu dan merangkulnya menjadi keluarga Kurawa.

Jaka Pitana yakin, Karna berada di pihaknya, Kurawa mampu mengusir Pandawa untuk menduduki takhta Astina. Menurut konstitusi, Pandawa ahli waris kekuasaan negara tersebut karena mereka para putra mendiang Prabu Pandu Dewanata.

Singkat cerita, dengan akal ukil (tipu muslihat) Sengkuni, Jaka Pitana menduduki singgasana raja bergelar Prabu Duryudana. Raja muda itu lalu mengangkat Karna sebagai senapati dan diberi kekuasaan di Kadipaten Awangga.

Karena kebaikan Duryudana itu, Karna bersumpah jiwa raganya dipersembahkan kepada sang raja. Siapa saja, meski saudara sendiri, bila mengusik kekuasaan raja dan mengganggu ketenteraman Astina, berhadapan dengannya.

Mati di palagan

Sumpah Karna tak hanya di mulut. Ketika pecah perang Bharatayuda, ia membela Duryudana melawan Pandawa, saudara kandungnya sendiri lain ayah. Puntadewa dan empat adiknya ialah anak Kunti dengan Pandu, sedangkan Karna anak Kunti buah ‘sabda’ Bathara Surya.

Karna mati di Kurusetra ketika bertarung melawan adiknya, Permadi alias Arjuna. Sebelumnya, Karna dibujuk Kunti bergabung dengan Pandawa tetapi ditolak dan memilih teguh memegang sumpahnya.

Kisah singkat ini menggambarkan transaksi politik. Duryudana memberi derajat dan kedudukan mentereng kepada Karna. Sebaliknya, Karna membalas dengan mengentengkan jiwa raganya demi Duryudana. ***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top