18Tube.tv is a free hosting service for porn videos. You can create your verified user account to upload porn videos to our website in several different formats. 18tube Every porn video you upload will be processed in up to 5 working days. You can also use our embed code to share our porn videos on other websites. On 18Tube.tv you’ll also find exclusive porn productions shot by ourselves. Surf around each of our categorized sex sections and choose your favorite one: amateur porn videos, anal, big ass, blonde, brunette, etc. You will also find gay and transsexual porn videos in their corresponding sections on our website. Watching porn videos is completely free!

Politik Icuk-icuk

Ono Sarwono (Kader NasDem)

ADA manuver sejumlah kader sebuah partai politik yang nadanya icuk-icuk terus. Meng-icuk-icuki presiden agar mengganti menteri dari parpol lain yang menurutnya sudah tidak sebarisan lagi. Gerilya politik dengki semacam itu membuat suasana perpolitikan menjadi gaduh.

Dalam bahasa Jawa, icuk-icuk itu artinya kurang lebih merayu agar melakukan hal yang tidak baik. Atau ungkapan lainnya semacam mengompori. Jadi, begitu bahayanya politik demikian itu karena bisa berdampak penjerumusan pemimpin.

Dalam dunia wayang, politikus tukang icuk-icuk yang paling kondang adalah Arya Suman atau yang tenar bernama Sengkuni. Jabatannya warangka dalem (patih) Negara Astina pada rezim Kurawa.

Bakatnya tertantang

Ketika Astina dipimpin Prabu Pandu Dewanata, Suman bukan siapa-siapa. Di negara tersebut numpang hidup sang kakak, Gendari, yang diperistri Drestarastra, kakak Pandu. Tidak ada jabatan, hanya kadang menjadi tenaga suruhan istana.

Namun, sebenarnya Suman bukan anak tanpa alamat. Bapaknya, Suwala, adalah raja Negara Plasajenar. Ia mengikuti Gendari yang kala itu menjadi putri boyongan Pandu dalam perjalanan pulang setelah memenangi sayembara Kunti di Mandura.

Gara-garanya Gendara, kakak sulung Suman, mencegat Pandu dan berusaha merebut Kunti. Tetapi kalah dan mati. Lalu, Gendari dan Suman yang satu rombongan dengan Gendara, pasrah bongkokan kepada Pandu dan ikut ke Astina.

Gendari berharap dirinya dipersunting Pandu, yang menggantikan ayahnya, Prabu Kresnadwipayana, menjadi raja. Namun, impiannya kandas. Kekecewaannya makin bertambah karena harus meladeni (menjadi istri) Drestarastra yang buta dan tanpa kekuasaan, meski sebagai putra sulung.

Gejolak dan kegelisahannya kerap disampaikan kepada Suman. Untuk mengobati luka hati, Gendari menginginkan anak keturunannya harus menjadi raja Astina. Suman diminta mencari akal dan menemukan cara mewujudkannya.

Sejak kecil Suman dikenal pintar dan berani. Mendebat bapaknya karena tidak setuju dengan kebijakannya menjadi hal biasa. Maka, bakatnya seperti dirangsang dan tertantang ketika siang dan malam sang kakak merajuki.

Beruntung pula Suman sedikit banyak tahu seluk beluk, urusan serta masalah Astina. Itu karena kerap menguping rapat-rapat kenegaraan di istana. Dari sana pun secara langsung belajar ilmu tata negara dan pemerintahan.

Singkat cerita, dengan akal dan ukilnya yang licik Suman berhasil mengantarkan Duryudana, putra sulung Gendari-Drestarastra, menjadi raja. Bahkan sukses mengusir Pandawa, putra Pandu sekaligus ahli waris Astina, dari istana, rumahnya.

Dalam pemerintahan rezim Kurawa, Suman diangkat sebagai patih yang sejak itu kondang bernama Sengkuni. Ia menjadi orang kepercayaan sekaligus yang paling dekat dengan Duryudana. Sengkuni benar-benar memanfaatkan kedudukannya itu.

Dari sisi dedikasi dan integritasnya sebagai pembantu raja, Sengkuni luar biasa. Jiwa raganya dipersembahkan demi kelanggengan kekuasan keponakannya. Persoalannya hanya pada cara berpolitiknya yang menghalalkan segala cara.

Banyak korban

Salah satu langgam politiknya yang khas adalah kegemarannya icuk-icuk. Tentu sudah banyak yang menjadi korbannya. Bahkan di kalangan internal sendiri. Tidak ada sedikit pun keraguan meng-icuki pemimpin jika dianggap menguntungkan.

Misal, ketika Duryudana gamang dengan kinerja Durna. Guru sekaligus paranpara Astina ini dicurigai berpihak kepada musuh Kurawa, Pandawa. Durna dianggap pilih kasih dan condong kepada Puntadewa dan keempat adiknya yang menjelma menjadi para kesatria hebat.

Melihat gelagat itu, Sengkuni meng-icuk-icuki Duryudana agar memecat Durna. Alasannya, Durna sudah berkoalisi dengan Pandawa, lawan politiknya. Padepokan Sokalima pun harus segera dikosongkan dan diberikan kepada mereka yang setia bergabung dengan Kurawa.

Durna mendengar sentimen Sengkuni itu. Semua tuduhan dibantah. Pandawa menjadi kesatria utama karena istikamah belajar. Sebaliknya, Kurawa hanya ngalor-ngidul, kumpul-kumpul dan bersenang-senang. Tidak pernah laku prihatin.

Untuk kali ini, Duryudana tidak mengeksekusi usulan Sengkuni. Hal itu karena Durna di bawah sumpah, menyampaikan kesetiaannya kepada Duryudana hingga tetes darah penghabisan. Ini terbukti hingga pecah perang Bharatayuda.

Contoh lain, Sengkuni meng-icuk-icuki Brajadenta, putra mendiang raja Negara Pringgondani Prabu Tremboko. Bahwa seharusnya Brajadenta yang menduduki singgasana warisan bapaknya, bukan Gatotkaca anak ingusan keturunan musuh.

Setelah Tremboko gugur dalam perang melawan Pandu, takhta Pringgondani digenggam putra sulungnya, Arimba. Akibat dendam permusuhan bapaknya dengan Pandu, Arimba berniat melenyapkan para putra raja Astina tersebut.

Dalam peperangan, Arimba mati diganyang panenggak (anak kedua) Pandawa, Bratasena. Setelah peristiwa itu, terjadi rekonsiliasi antara keturunan Tremboko dan Pandu. Konsensus menjadi lebih erat setelah adik Arimba, Arimbi, menikah dengan Bratasena.

Dari pernikahan itu lahir anak laki-laki yang diberi nama Gatotkaca. Berdasarkan kesepakatan seluruh keturunan Tremboko yang masih hidup, yakni Brajadenta, Brajamusti, Brajalamatan, Brajawikalpa, Prabakesa, serta Kala Bendana, yang menjadi raja Pringgondani adalah anak Arimbi.

Harus waspada

Ketenteraman yang bersemai di Pringgondani kemudian diobok-obok (digoyang) Sengkuni. Berbekal setumpuk berkas referensi karangan sendiri, Sengkuni meng-icuk-icuki Brajadenta agar balela. Lelaki itu pun terlena rayuan menjerumuskan.

Brajadenta menantang perang Gatotkaca yang telah sah menjadi penerus raja. Fatal akibatnya, Brajadenta yang didukung sebagian adik-adiknya, sirna di tangan keponakannya. Inilah taktik adu domba Sengkuni guna meringkihkan Pandawa.

Poin kisah ini adalah keruhnya politik karena kebusukan politisinya. Politik icuk-icuk telah menjadi salah satu ‘strategi’ mencapai tujuan. Hikmahnya, semua mesti waspada terhadap politik Sengkuni tersebut karena itu bisa ada di mana saja.


Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top