JATENG.NASDEM.ID – Penguatan di sejumlah sektor dalam pengelolaan negara dan political will para pemangku kepentingan menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing bangsa.
“Waktu untuk mewujudkan Indonesia Emas atau menjadi negara maju pada 2045 tinggal 24 tahun lagi. Masih banyak yang harus dilakukan untuk beradaptasi, sekaligus menghidupkan berbagai peluang untuk mengubah kelemahan menjadi kekuatan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Kak Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara dalam acara Leaders Talk bertema Daya Saing Bangsa Pasca Pandemi di hadapan mahasiswa program Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/11).
Hadir dalam acara itu, Prof. Badri Munir Sukoco, SE., MBA., Ph.D (Direktur Sekolah Pascasarjana Unair), Dr. Rudi Purwono, SE., M.SE
(Wakil Direktur Pascasarjana Unair), Prof. Dr. Rr. Sri Pantja Madyawati, drh., M.Si (Wakil Direktur 2 Pascasarjana Unair), Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum. (Wakil Direktur 3 Pascasarjana Unair) dan Civitas Akademika Universitas Airlangga.
Menurut Kak Lestari, pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi upaya kita untuk meningkatkan daya saing bangsa. Apalagi, tambahnya, sebelum pandemi bangsa Indonesia belum cukup siap menghadapi revolusi industri 4.0.
Karena, tambah Kak Rerie, sapaan akrab Kak Lestari, beberapa tahun sebelum krisis akibat pandemi di Indonesia sudah terjadi ketidaksesuaian keterampilan, kekurangan bakat, dan meningkatnya ketidakselarasan antara insentif dan penghargaan bagi pekerja, yang ditandai sebagai masalah untuk meningkatkan produktivitas.
Pandemi dan percepatan adopsi teknologi, ujar Kak Rerie, menyebabkan tantangan untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi lebih nyata.
Untuk mengatasi masalah tersebut, jelas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, negara harus berfokus pada fase kebangkitan, untuk secara bertahap melakukan transformasi, misalnya dengan menciptakan tenaga kerja baru menyesuaikan dengan pergerakan pasar.
Pada kesempatan itu, Kak Rerie memperkenalkan Teori U, sebuah metode manajemen perubahan karya Otto Scharmer.
Teori U, jelasnya, membantu individu maupun pemimpin melakukan transformasi radikal/menyeluruh (radical transformation) dan mendorong inovasi.
Menurut Kak Rerie, tiga proses inti Teori U untuk diterapkan dalam mengatasi sejumlah masalah adalah observe, retreat-reflect and act.
“Tahapan proses tersebut menjadi penting untuk menjawab persoalan dalam proses pembangunan, karena kadang keinginan para pemangku kepentingan bukan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi mereka,” ujarnya.
Sesungguhnya, menurut anggota Komisi X DPR RI itu, Teori U itu adalah bagian dari kearifan lokal yang merupakan proses alami dan diterapkan dengan tahapan-tahapan yang ada.
Institusi pendidikan, tegas Kak Rerie, mengemban tanggung jawab menghasilkan kualitas SDM yang mampu mengatasi problem yang dihadapi masyarakat.
Karena, tambahnya, berhadapan dengan situasi penuh ketidakpastian seperti saat ini, yang paling mungkin menjadi visi utama adalah menjadi bangsa pembelajar.
Bangsa pembelajar, tegas Kak Rerie, memungkinkan individu untuk membentuk tim yang selalu belajar (team learning), menata sistem berpikir (system thinking), mampu menyelami diri (personal mastery), menciptakan visi bersama (shared vision), dan membentuk model mental (mental model).***