JAKARTA, (23 Januari): Berlangsung di Ruang Rapat Besar Media Indonesia, Jakarta, Bupati Lampung Tengah DR. Ir. H. Mustafa, MH. bersama Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, Gubernur Papua Barat, Bupati Lebak, Bupati Sorong, Bupati Bintun menjadi pembawa Narasi Utama dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang mengambil tema ‘Konstitusionalitas Hutan Adat’, Senin, (22/1).
FGD yang diselenggarakan Research Center Media Group (RCMG) bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini, dibuka dengan Arahan Utama oleh DR. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disampaikan oleh Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) DR. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc.
Mengawali sambutannya, Siti Nurbaya menyampaikan bahwa program Perhutanan Sosial menjadi agenda pemerintah kabinet kerja untuk pemerataan ekonomi, dan ekonomi yang berkeadilan.
“Penting di sini bahwa Perhutanan Sosial bukan hanya program bagi-bagi lahan atau akses lahan, tetapi merupakan program yang sistematis, untuk membuat masyarakat Indonesia menjadi produktif bekerja, dan ada penghasilan yang ujungnya sampai pada kesejahteraan”, ujar Siti Nurbaya.
Dengan adanya Perhutanan Sosial sebagai bentuk pengakuan dana perlindungan kepada masyarakat hukum adat, untuk mengelola hutan, menurut Siti Nurbaya, menghapuskan persepsi adanya rakyat yang ilegal di dalam kawasan hutan.
Dalam program Perhutanan Sosial, masyarakat mendapat status hutan hak untuk mengelola lahan hutan, ataupun melakukan kegiatan usaha berbasis lahan hutan, dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), serta Kemitraan Kehutanan dan Kemitraan Konservasi.
Mustafa yang juga Bakal Calon Gubernur Lampung 2018, menyampaikan dalam upaya melindungi hak-hak masyarakat adat atas sumber daya hutannya, pemerintah daerah perlu membuat payung hukum yang penyusunannya harus melibatkan masyarakat adat itu sendiri.
Mengingat bahwa pengurusan hutan saat ini berada di provinsi sebagai wakil pemerintah pusat, maka menurut Mustafa peran aktif pemerintah provinsi harus lebih ditingkatkan.
“Harus ada payung hukum yang melindungi hak-hak masyarakat dalam mengelola hutan. Dengan ini jelas langkah-langkah serta batasan apa saja yang harus dilakukan masyarakat. Karena ini kewenangan pusat, maka di sini Pemkab bersifat mendorong adanya kebijakan payung hukum,” ungkapnya.
Selain itu sebagai daerah yang rawan konflik, upaya penanganannya harus mengedepankan nilai-nilai adat yang berlaku di masyarakat adat itu sendiri. Seperti Piil Pesinggiri yang merupakan tatanan moral dalam berperilaku dalam masyarakat yang merupakan falsafah hidup bagi masyarakat adat Lampung.
“Sebagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam Piil Pesinggiri seperti, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai Sambaian, dan Bejuluk Adek adalah pilihan yang tepat untuk diejawantahkan,” papar Mustafa.(*)
SUMBER: https://www.partainasdem.id/read/4035/2018/01/23/pengelolaan-hutan-adat-untuk-kemaslahatan-rakyat